Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan 
manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk 
pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan 
jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang
 dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan 
pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta 
empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan 
yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu 
berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan 
penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan 
ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
 deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, 
yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu
 kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini
 diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, 
instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu 
gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala 
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan 
demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan
 kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan
 prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan
 empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang 
bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
 penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian 
tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati 
lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik 
generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan
 persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan 
memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan 
gejala dan melakukan generalisasi.
Kedua penalaran tersebut di atas 
(penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir 
yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat 
dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang 
tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang 
mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang 
mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk 
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan 
secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu 
ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada 
hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan 
penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan 
penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir 
refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey 
(Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau 
tahap-tahap sebagai berikut :
- The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
 
- The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
 
- The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
 
- Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
 
- Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
 
- General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
 
Proses maupun hasil berpikir 
refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah 
atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir 
refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam 
menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari 
langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka 
sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar